Jadi Ancaman “Bom Waktu” Lingkungan, PPASDA Ingatkan Krisis Sampah Nasional

Jadi Ancaman “Bom Waktu” Lingkungan, PPASDA Ingatkan Krisis Sampah Nasional
Direktur Eksekutif PPASDA, Muhammad Irvan Mahmud Asia. (Foto: Dok PPASDA)

JURNAL LENTERA, JAKARTA – Indonesia kini menghadapi krisis sampah yang kian mengkhawatirkan. Data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) tahun 2024 mencatat, dari 328 kabupaten/kota yang melaporkan data, timbulan sampah nasional telah mencapai 34,79 juta ton per tahun.

Dari jumlah tersebut, hanya 11,55 juta ton atau 33,22 persen yang terkelola dengan baik, sedangkan sisanya, sekitar 23,23 juta ton atau 66,78 persen, belum tertangani secara memadai.

Kondisi itu diperburuk dengan fakta bahwa sebagian besar sampah berakhir di tempat pemrosesan akhir (TPA) dan pembakaran terbuka, terutama sampah plastik yang mencapai 6,8 juta ton per tahun.

BACA JUGA: Menteri ATR Warning Daerah: Tanpa RDTR, Izin Investasi Bisa Rusak Lingkungan

Direktur Eksekutif Pusat Pengkajian Agraria dan Sumber Daya Alam (PPASDA), Muhammad Irvan Mahmud Asia, menilai meningkatnya jumlah penduduk dan aktivitas dunia usaha berimplikasi langsung terhadap lonjakan volume sampah.

BACA JUGA: Environmental Fest 2025 Dorong Aksi Nyata Hentikan Polusi Plastik di Sulteng

Namun di sisi lain, komitmen pemerintah dan masyarakat terhadap pengelolaan sampah masih sangat lemah.

Sistem pengelolaan sampah di Indonesia, kata dia, masih bergantung pada cara konvensional, yakni pembuangan terbuka atau open dumping. Pola ini menempatkan sampah sebagai beban, bukan sumber daya.

Menurutnya, praktik open dumping menyebabkan banyak TPA di Indonesia melebihi kapasitas bahkan berstatus darurat. Pemerintah daerah pun dinilai belum memiliki strategi pengelolaan yang terintegrasi dengan dukungan anggaran yang memadai.

“Jika tidak ada perbaikan serius, persoalan ini akan menjadi bom waktu. Penimbunan sampah di TPA yang sudah overload akan memicu peningkatan gas metana, penyumbang perubahan iklim terbesar kedua setelah karbon dioksida, dan berpotensi menyebabkan kebakaran di TPA,” tegas Irvan melalui keterangan tertulisnya, Kamis, 13 November 2025.

PPASDA mencatat, berdasarkan data Aliansi Zero Waste Indonesia (AZWI), hingga Januari 2024 telah terjadi kebakaran di 38 TPA di berbagai daerah akibat akumulasi gas metana.

Lebih jauh, ia menjelaskan krisis sampah di kota-kota besar berpotensi memicu berbagai penyakit seperti diare, tifus, malaria, hingga gangguan kulit. Sampah yang tidak tertangani dengan baik juga menjadi salah satu penyebab utama banjir di kawasan perkotaan.

“Masalah ini akan semakin membebani kota di masa depan. Pertumbuhan penduduk dan urbanisasi terus meningkat, sementara sistem pengelolaan dari hulu ke hilir masih rapuh,” ungkapnya.

Ia lantas menilai akar persoalan terletak pada cara pandang yang belum menjadikan isu sampah sebagai prioritas. Kelemahan struktural terlihat mulai dari perilaku pengurangan, pemilahan, pengumpulan, hingga pemrosesan akhir.

“Jika wajah kota masih dipenuhi tumpukan sampah, maka yang kotor bukan hanya lingkungan, tetapi juga cara berpikir dan tata kelola yang membiarkannya,” pungkasnya.

Laporan : Multazam

Respon (1)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *