JURNAL LENTERA – Sebanyak 60 sekolah yang terletak di daerah terpencil di Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah, ternyata masih menjadi hambatan dalam peningkatan pembangunan indeks manusia.
Sehingga, pemerintah terus berupaya mencari solusi untuk menangani persoalan tersebut.
“Hal itu, sejalan dengan kebijakan merdeka belajar,” ujar Direktur Sekolah Dasar Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi RI, Dra. Sri Wahyuningsih, M.Pd usai menghadiri kegiatan rembuk pendidikan di Lolaro, Kecamatan Tinombo, Sabtu, 16 Oktober 2021.
Dia menjelaskan, berkaitan dengan itu, melalui Permendikbud Nomor 72 Tahun 2013, yang sudah diperbaiki dengan Permendikbud Nomor 67 Tahun 2016, yang mengedepankan tentang kebijakan pendidikan layanan khusus.
Pendidikan layanan khusus, kata dia, mendepankan belajar dimana, kapan, dan siapa saja.
Sedangkan Pemerintah Daerah (Pemda) diberikan kewenangan penuh sesuai otonomi daerahnya masing-masing untuk pengelolaan pendidikan.
Misalnya, jenjang SD, SMP, dan PAUD di kabupaten/kota.
Sedangkan selebihnya, jenjang SMA, SMK, dan SLB ditingkat Pemerintah Provinsi (Pemprov).
Keleluasaan atau diskresi yang dimaksud, yaitu untuk memberikan layanan pendidikan khusus sesuai dengan kebutuhannya.
“Anak-anak tidak harus belajar di sekolah. Tetapi hak belajar mereka harus terpenuhi,” katanya.
Khusus di daerah terpencil, kata dia, dapat dilakukan dengan pembelajaran jarak jauh, baik melalui daring atau luring.
Ketika kesulitan dalam fasilitas daring, tentunya dapat dilakukan melalui luring dapat.
Dia menilai, hal itu dapat pula dilakukan terhadap kesulitan belajar yang masuk dalam kategori layanan pendidikan khusus dan harus ditingkatkan.
Sehingga, melalui Permendikbud tersebut, pihaknya mendorong seluruh Pemda untuk mengoptimalkan layanan pendidikan terhadap anak-anak di daerahnya.
Dengan begitu, seluruh anak mendapatkan hak belajar, hak layanan pendidikan serta pengetahuan. Tidak hanya kokniktif, tetapi bagaimana karakter tersebut harus diberikan.
Hal itu, juga berkaitan dengan 6 literasi dasar harus diberikan tanpa terkecuali, baik kepada anak-anak di dalam maupun diluar sekolah yang harus mengikuti pembelajaran karena faktor hambatan tertentu.
6 literasi dasar yang dimaksud, diantaranya kemampuan baca tulis, kemampuan literasi numerasi, kemampuan literasi sains, literasi kesehatan, literasi digital, literasi finansial, dan literasi lingkungan.
“Ini harus dibekalkan kepada anak-anak, agar dimanapun mereka memperoleh hak belajar, mendapatkan konsep hidupnya sejak dini untuk kesiapan atau kompetensi ketika mereka berada dilingkungan manapun,” ucap Sri Wahyuningsih.
Terkait keterbatasan tenaga pengajar di daerah terpencil, kata dia, menjadi kewenangan Pemda setempat untuk melakukan pemetaan, pendataan kebutuhan, dan penataan terhadap ketersediaan guru.
Sedangkan pemerintah pusat tengah melakukan upaya peningkatan kesejahteraan melalui Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kontrak (PPPK) untuk mendorong para guru honorer di seluruh daerah manapun, agar mengikuti evaluasi dan testing.
Hal itu, juga sebagai upaya pemerintah pusat untuk memberikan kompetensi terhadap para guru honorer.
Bahkan, hal tersebut akan dilakukan secara bertahap oleh pemerintah pusat.
“Terkhusus, untuk kawan-kawan guru honorer agar tetap semangat dalam mengikuti tahapan-tahapan. Karena ini merupakan proses. Sehingga diperlukan keiklasan dan penuh semangat. Semoga kita bisa keluar dari persoalan-persoalan yang dihadapi,” imbaunya.
Laporan : Roy Lasakka