JURNAL LENTERA, PALU – Pewarta Foto Indonesia (PFI) Palu menilai tindakan Wakil Bupati (Wabup) Parigi Moutong yang menolak kehadiran wartawan dalam peliputan rapat pembahasan aktivitas pertambangan di wilayah tersebut sebagai bentuk pelanggaran terhadap kebebasan pers dan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik.
PFI Palu menyampaikan keprihatinan mendalam atas sikap Pemerintah Daerah (Pemda) yang dinilai menutup akses publik terhadap informasi, yang seharusnya dapat diketahui masyarakat luas.
Peristiwa itu terjadi saat lima wartawan dari berbagai media, termasuk Faiz Sengka dari Tribun Palu yang juga merupakan anggota PFI Palu, hadir untuk meliput rapat yang dipimpin Wabup Parigi Moutong, Abdul Sahid, pada Senin, 20 Oktober 2025.
BACA JUGA: Pameran Foto ‘Asa di Atas Patahan’ Kenang Ketangguhan Masyarakat Pasca Bencana di Palu
Namun, sebelum rapat dimulai, Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo), Enang Pandake, meminta seluruh wartawan meninggalkan ruangan. Akibatnya, rapat berlangsung tanpa kehadiran media.
BACA JUGA: Bincang Santai PFI Palu dan DOSS Bahas Tantangan AI dalam Foto Jurnalistik
Padahal, sehari sebelumnya, pada 19 Oktober 2025, telah beredar undangan resmi bernomor 0001.5/8246/BAG Umum melalui grup WhatsApp Pressroom Wartawan Parigi Moutong. Dalam undangan itu tercantum agenda rapat pembahasan Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di Desa Kayuboko, Parigi Barat, tanpa keterangan bahwa rapat bersifat tertutup.
Ketua PFI Palu, Muhammad Rifky, menyampaikan enam poin pernyataan sikap secara resmi organisasi pers yang dipimpinnya sebagai bentuk protes terhadap tindakan Pemda Parigi Moutong.
Pertama, PFI menyesalkan dan mengecam keputusan Pemkab Parigi Moutong yang meminta wartawan keluar dari ruang rapat. Tindakan tersebut dianggap sebagai bentuk penghalangan kerja jurnalistik dan pembatasan hak publik untuk memperoleh informasi.
Kedua, PFI menegaskan tindakan itu bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, khususnya Pasal 18 ayat (1) yang menyebutkan bahwa setiap orang yang menghalangi wartawan dalam menjalankan tugas jurnalistik dapat dipidana dua tahun penjara atau denda maksimal Rp500 juta.
“Ketiga, PFI Palu menilai sikap Pemda mencerminkan kurangnya penghormatan terhadap kebebasan pers dan peran jurnalis sebagai penyampai informasi publik,” ujarnya.
Keempat, PFI menegaskan agenda rapat tersebut telah terdaftar di Pressroom Pemerintah Kabupaten Parigi Moutong dan dijadwalkan berlangsung pukul 10.00 WITA, dengan pembahasan terkait aktivitas PETI bersama 20 koperasi. Tidak ada keterangan bahwa rapat tersebut bersifat tertutup.
Kelima, PFI mendesak Pemda Parigi Moutong agar lebih terbuka terhadap kerja-kerja jurnalistik dan memberikan akses informasi yang luas kepada insan pers demi kepentingan publik.
Keenam, PFI meminta seluruh instansi pemerintahan di Sulawesi Tengah, khususnya Pemda Parigi Moutong, untuk menjunjung tinggi prinsip transparansi dan keterbukaan informasi publik sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
“Pernyataan sikap ini merupakan bentuk komitmen kami untuk menjaga kebebasan pers dan memperjuangkan hak publik atas informasi yang akurat, terbuka, dan bertanggung jawab,” tandasnya.
Laporan : Mifta’in










