JURNAL LENTERA, PARIGI MOUTONG – Pemerintah kini dikabarkan segera menerbitkan Izin Pertambangan Rakyat (IPR) bagi kawasan tambang emas di Desa Kayuboko, Kecamatan Parigi Barat, Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah.
Namun, kebijakan tersebut justru menuai kritikan, karena dinilai kontradiktif dengan upaya perlindungan lahan pangan. Selain itu, dinilai berpotensi melegitimasi pelanggaran hukum masa lalu.
Menurut Direktur Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Sulawesi Tengah, Mohamad Taufik, lahan pertanian di Desa Kayuboko sudah berstatus LP2B menurut Peraturan Daerah (Perda). Di mana, negara mengakui wilayah tersebut harus dilindungi dari konversi dan kerusakan.
BACA JUGA: Penutupan Tambang Emas Ilegal di Parimo Upaya Melindungi Lahan Pertanian
“Tapi, kini justru dibuka ruang legal untuk aktivitas tambang,” ujar Taufik di Palu, Jum’at, 13 Juni 2025.
Ia lantas mengingatkan, mayoritas warga di Kecamatan Parigi Barat menggantungkan hidupnya terhadap pertanian, bukan tambang. Jika alih fungsi lahan terjadi dan pencemaran tidak terhindarkan, maka masyarakat lokal akan kehilangan sumber penghidupan mereka.
BACA JUGA: Demo Tolak PETI di Parimo Tuntut Penutupan Lokasi Pertambangan Emas Ilegal
Sebab, bukan hanya akan menghancurkan sektor pertanian. Tetapi, juga berisiko meningkatkan kemiskinan dan pengangguran.
“Sedangkan hanya segelintir yang menikmati tambang. Tapi dampaknya dirasakan seluruh desa,” katanya.
Ia pun menyoroti lemahnya penegakan hukum terhadap aktivitas pertambangan ilegal yang sebelumnya marak di wilayah tersebut.
Meskipun operasi tambang liar sudah berlangsung sejak 2022, kata dia, aparat hanya menyita alat berat tanpa menyentuh aktor-aktor besar di belakangnya. Alih-alih menindak tegas, pemerintah kini membuka ruang legalitas lewat skema IPR.
Hal tersebut dinilainya bisa menjadi jalan pintas untuk memutihkan aktivitas yang sebelumnya ilegal.
“Apalagi jika ada cukong besar di baliknya,” ungkapnya.
Dikatakannya, ancaman tambang tidak berhenti di lokasi eksplorasi. Desa pesisir seperti Olaya, menurutnya telah merasakan dampak sedimentasi dan pencemaran air.
“Pertimbangan lingkungan semestinya menjadi syarat utama dalam penetapan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR). Pemerintah semestinya memulihkan lingkungan dan memastikan lahan pangan terlindungi, bukan menggadaikannya lewat skema tambang rakyat yang sarat kepentingan,” ujarnya.
Laporan : Roy Lasakka Mardani











Respon (1)