Menteri ATR/BPN Tegaskan Sertipikat Tanah Sebagai Bukti Hukum Sah

Menteri ATR/BPN Tegaskan Sertipikat Tanah Sebagai Bukti Hukum Sah
Menteri ATR/BPN, Nusron Wahid, saat menyampaikan arahannya dalam pertemuan media bertajuk catatan akhir tahun Kementerian ATR/BPN di aula Prona, Jakarta, pada Selasa, 31 Desember 2024. (Foto: Dok Kementerian ATR/BPN)

JURNAL LENTERA, JAKARTA – Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid, menegaskan bahwa girik atau bukti kepemilikan tanah lama tidak lagi berlaku setelah suatu kawasan dinyatakan lengkap terdaftar.

Hal ini sejalan dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2021, yang menyatakan bahwa sertipikat tanah yang telah terbit lebih dari lima tahun tidak dapat dicabut atau diganti kecuali melalui perintah pengadilan.

Ia menjelaskan, girik otomatis tidak berlaku setelah seluruh tanah di suatu kawasan terpetakan dan diterbitkan sertipikatnya.

BACA JUGA: Setahun Berjalan, Kementerian ATR/BPN Terbitkan 3,1 Juta Sertipikat Elektronik

“Ketika suatu kawasan sudah dinyatakan lengkap, sudah terpetakan siapa pemiliknya, dan sudah ada sertipikatnya, girik otomatis tidak berlaku lagi. Kecuali, jika ada cacat administrasi yang terbukti dalam waktu kurang dari lima tahun, maka girik masih dapat digunakan sebagai bukti,” ujarnya dalam pertemuan media bertajuk catatan akhir tahun Kementerian ATR/BPN di aula Prona, Jakarta, pada Selasa, 31 Desember 2024.

BACA JUGA: Komitmen Kemensos Tata Kelola Berintegritas di 2025

Ia menegaskan, sertipikat tanah adalah produk hukum yang hanya dapat digantikan melalui perintah pengadilan.

“Sesuai PP Nomor 18 Tahun 2021, produk hukum hanya dapat digantikan dengan produk hukum lain atas perintah pengadilan jika usia sertipikat telah lebih dari lima tahun,” katanya.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah (Dirjen PHPT), Asnaedi, menjelaskan bahwa girik awalnya merupakan bukti kepemilikan tanah lama berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA).

Pemilik tanah diberikan waktu untuk mendaftarkan tanah mereka, namun dengan berjalannya waktu dan beberapa peraturan tambahan, hak atas tanah yang bersumber dari girik seharusnya sudah tidak berlaku.

“Selama ini, banyak sengketa dan konflik tanah yang berawal dari girik. Bahkan, girik seringkali menjadi celah yang dimanfaatkan oleh mafia tanah melalui dokumen palsu. Maka dari itu, penghapusan girik ini bertujuan untuk mencegah konflik di masa depan,” ungkapnya.

Dengan keberhasilan program kabupaten/kota lengkap, kata dia, girik kini tidak lagi relevan.

“Seperti yang disampaikan oleh pak Menteri, begitu seluruh tanah di suatu kawasan sudah lengkap dan terdaftar, girik dengan sendirinya tidak berlaku lagi,” tegasnya.

Laporan : Miswar

Respon (2)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *