BNN Desak Revisi UU Narkotika, Soroti Celah Hukum dan Maraknya Zat Psikoaktif Baru

BNN Desak Revisi UU Narkotika, Soroti Celah Hukum dan Maraknya Zat Psikoaktif Baru
Diskusi Forum Legislasi yang digelar KWP bersama Biro Pemberitaan Parlemen DPR RI di Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 15 Juli 2025. (Foto: Dok BNN)

JURNAL LENTERA, JAKARTA – Badan Narkotika Nasional (BNN) menegaskan pentingnya percepatan revisi Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika guna menjawab berbagai tantangan baru dalam penanganan penyalahgunaan narkoba di Indonesia.

Menurut Direktur Hukum BNN, Toton Rasyid, S.H., M.H., UU Narkotika saat ini memiliki banyak kelemahan, terutama dalam hal definisi hukum yang belum jelas.

“Definisi antara pecandu, penyalahguna, dan korban penyalahgunaan narkotika masih rancu. Sehingga penanganannya kerap disamakan dengan bandar atau pengedar,” ujar Toton dalam Diskusi Forum Legislasi yang digelar Koordinatoriat Wartawan Parlemen (KWP) bersama Biro Pemberitaan Parlemen DPR RI di Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 15 Juli 2025.

BACA JUGA: Kemendes PDT Kolaborasi BNN dan Baharkam Polri Luncurkan Desa Bebas Narkoba

Ia juga menyoroti meningkatnya peredaran New Psychoactive Subtances (NPS) atau zat psikoaktif baru yang belum tercakup dalam regulasi yang berlaku, serta perlunya standardisasi lembaga rehabilitasi narkotika.

BACA JUGA: Dukung Swasembada Pangan, Anggaran Kementerian PU 2026 Disetujui Rp70,86 Triliun

Revisi UU tersebut, kata dia, diarahkan untuk memperkuat fungsi penegakan hukum, rehabilitasi, dan peran Tim Asesmen Terpadu (TAT).

Selain itu, revisi juga mengusulkan penggabungan UU Narkotika dan UU Psikotropika agar lebih komprehensif.

Dari sisi pendekatan hukum, ia menyampaikan adanya pergeseran paradigma dari pendekatan pidana menjadi pendekatan rehabilitatif.

“Pasal 54 dalam revisi nantinya akan menegaskan bahwa pecandu dan korban penyalahgunaan narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan sosial. Masa rehabilitasi juga akan dihitung sebagai masa hukuman,” katanya.

Ia menambahkan, penyalahguna narkoba yang secara sukarela melapor ke Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) tidak akan dikenai tuntutan pidana.

Diskusi ini turut menghadirkan anggota Komisi III DPR RI, Hinca Panjaitan, yang mendorong agar narkotika ditetapkan sebagai bahaya laten nasional.

“Perang terhadap narkoba membutuhkan regulasi yang lebih tegas dan menyeluruh,” katanya.

Sementara itu, pengamat hukum kasus narkoba, Dr. Slamet Pribadi, S.H., M.H., menilai revisi UU Narkotika penting untuk menyesuaikan dengan dinamika sosial serta menyederhanakan celah-celah hukum yang membingungkan.

Proses pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Narkotika ini telah berlangsung sejak Februari 2025, melalui serangkaian rapat antarkementerian.

Beberapa isu utama yang dibahas mencakup asesmen terpadu, rehabilitasi berkelanjutan, klasifikasi narkotika dan psikotropika, pengaturan zat baru, serta penyempurnaan ketentuan pidana.

Laporan : Multazam

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *