Ragam  

Pengerukan Danau Poso Dikritisi

Tampak aktivitas pengerukan PT Poso Energi di kawasan Danau Poso, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah. (Foto : doc KabarSelebes.id)

JURNAL LENTERA – Sejumlah aktivis kembali memberi kritikan pedas terhadap aktivitas pengerukan di sungai Danau Poso, Sulawesi Tengah, oleh PT. Poso Energi.

Dilansir dari KabarSelebes.id, pengerukan demi pemasok air Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) oleh salah satu perusahaan milik Kalla Group itu disebut hanya akan memberi kerusakan bagi generasi penerus bangsa.

Kritikan itu salah satunya datang dari Eva Bande. Dia bilang aktivitas pengerukan Danau Poso menunjukan pelayanan slam terhadap keperluan hidup manusia sudah jauh dari kebutuhan. Alasan industrialisasi sudah tidak boleh dipakai sebagai pembenar.

“Alam sudah kepayahan memenuhi hasrat serakah korporasi mengeksploitasi kekayaan dan energi bumi, serta merekayasa potensi alam untuk kepentingan industri. Padahal keuntungan yang dihasilkan oleh korporasi itu tidak meningkatkan kualitas hidup rakyat, malah sebaliknya memperburuk kualitas lingkungan dan kehidupan sosial,” katanya, Ahad 28 Februari 2021.

Dasar Danau Poso kata dia akan dikoyak-koyak oleh alat pengeruk dan dinamit milik mantan wakil Presiden RI, Jusuf Kalla. Padahal dalam dokumen Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) yang diterbitkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup,  Danau Poso adalah danau purba yang harus dilindungi.

Selain pengeboman, menurutnya ada ancaman nyata bagi hak kelola rakyat. Di sana ada To Po Nyilo yang telah lama mengantungkan hidupnya atas Danau Poso. Di sana juga ada To Po Waya yang telah lama mempertahankan kearifan lokalnya lewat sistem yang dibangun atas dasar Tuwu Siwagi (Saling Menopang), Tuwu Malinuwu (Saling  Menghidupi) dan Sintuwu Maroso (Persatuan yang kuat).

“Kearifan lokal orang Poso sedang dicabik-cabik oleh kapal pengeruk yang akan menghisap 3,5 juta Kubik pasir dasar sungai Poso,” sebutnya.

Tak sampai di situ. Tradisi Mosango menurutnya tak lama lagi bahkan akan hilang. Dia bilang tradisi itu hanya akan menjadi cerita pada generasi yang akan datang. PT. Poso Energi harus bertanggung jawab akan hal itu.

“Sudah cukup Wera Sulawena disulap menjadi pipa raksasa, jangan lagi goa Pamona dan sebagainya,” tandasnya.

Hal senada juga disampaikan oleh Direktur Yayasan Pendidikan Rakyat, Joisman Tanduru. Menurutnya tradisi lokal orang Poso kata dia sudah lama terwariskan hingga saat ini tidak dapat dimaterilkan dengan uang dan lain sebagainya.

“Sayangnya PT. Poso Energi hadir di Poso bukannya menghargai warisan lokal leluhur justru hadir hendak mengobrak abrik warisan itu,” ucap dia.

Oleh sebab itu orang Poso saat ini menurutnya hendak membangun persatuannya. Apalagi orang Poso dikenal dengan semangat solidaritasnya.

“Pengerukan yang ada di depan mata perlu menyadarkan kita bahwa harga diri kita sedang dipertaruhan. Semangat Sintuwu Maroso sedang diuji. Bila hanya berdiam diri, kita sedang mewariskan kerusakan bagi anak cucu kita,” pungkasnya.

Sumber : KabarSelebes.id

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *