JURNAL LENTERA, JAKARTA – Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Kemendes PDT) mendorong kolaborasi lintas sektor untuk mengatasi stunting di desa.
Menurut Wamendes PDT, Ahmad Riza Patria, stunting bukan hanya masalah gizi. Tetapi, juga menjadi cerminan kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia di masa depan. Jika anak-anak Indonesia tumbuh tidak optimal, daya saing bangsa ini di kancah global akan semakin melemah.
Ia menegaskan, keberhasilan menurunkan stunting merupakan investasi jangka panjang untuk mempersiapkan Indonesia menuju generasi emas pada 2045.
“Percepatan penurunan stunting ini adalah agenda prioritas nasional yang sangat penting bagi masa depan bangsa,” ujar Ariza dalam rapat koordinasi antar kementerian dan lembaga yang bertujuan mempercepat penurunan stunting di salah satu hotel di Jakarta pada Selasa, 16 September 2025.
Ia menekankan, penurunan angka stunting bukanlah tanggung jawab pemerintah semata. Melainkan tugas bersama seluruh elemen bangsa.
BACA JUGA: Kemendagri-BPI Danantara Rancang Solusi Pendidikan Unggul dan Pengelolaan Sampah Cerdas
Sebab, pemerintah telah menginisiasi program Kolaborasi OCTAHELIX yang mengajak semua pihak, mulai dari pemerintah pusat, daerah, hingga sektor swasta dan masyarakat untuk bergerak bersama.
Ia menjelaskan, kolaborasi lintas sektor merupakan langkah strategis untuk mempercepat penurunan stunting.
BACA JUGA: Kementerian PKP Dorong Pemanfaatan Rumah Bagi Usaha Lewat Program Pembiayaan Mikro di Wajo
“Stunting hanya bisa diatasi bila kita bekerja bersama. Kolaborasi ini akan mempercepat langkah kita,” katanya.
Pemerintah juga telah meluncurkan program Investing Iin Nutrition and Early Years (INEY), yang bertujuan memperkuat kader kesehatan di tingkat desa serta memanfaatkan data desa untuk mendukung upaya pencegahan stunting.
“Penting untuk memastikan bahwa setiap desa, yang berjumlah 75.256, menjadi basis solusi. Kita sudah memiliki fondasi, sekarang saatnya kita memastikan tindakan nyata,” ungkapnya.
Ia juga menekankan pentingnya optimalisasi penggunaan teknologi, seperti electronic Human Development Worker (e-HDW) untuk memantau cakupan layanan serta memanfaatkan data konvergensi dalam perencanaan program pembangunan di desa.
“Pencegahan stunting harus menjadi prioritas, termasuk pembangunan sarana kesehatan dan sanitasi, serta penguatan koordinasi Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) di semua tingkatan, mulai dari pusat hingga desa,” katanya.
Ia bahkan mengingatkan pentingnya kolaborasi lintas sektor dari kesehatan, pendidikan, pangan, sosial, hingga infrastruktur yang harus terintegrasi dalam konvergensi untuk menangani stunting.
Berdasarkan data perkembangan jumlah desa yang telah melakukan konvergensi, ia berharap hasil tersebut menjadi perhatian serius dan segera ditindaklanjuti. Forum ini diharapkan dapat menjadi ajang untuk menyatukan pandangan, mengidentifikasi hambatan, dan merumuskan solusi konkret.
“Rapat ini tidak boleh berhenti hanya pada diskusi. Kami harus menghasilkan Rencana Tindak Lanjut (RKTL) yang konkret dan dapat diimplementasikan untuk percepatan penurunan stunting di desa,” tegasnya.
Namun, ia mengakui pencegahan dan penurunan stunting bukanlah pekerjaan mudah. Menurutnya, dengan koordinasi yang kuat dan komitmen yang solid dari semua pihak, dirinya meyakini capaian penurunan stunting akan semakin baik.
“Saya percaya, dengan kerja sama yang erat, kita bisa memperbaiki capaian yang masih rendah di Triwulan II dan mendorong peningkatan signifikan pada Triwulan III dan IV. Semua pihak harus menjadikan forum ini sebagai momentum penting untuk memperkuat langkah bersama demi menciptakan generasi Indonesia yang sehat, cerdas, dan berkualitas,” pungkasnya.
Laporan : Multazam