JURNAL LENTERA, BOGOR – Kesehatan jemaah menjadi objektif utama Direktorat Jenderal Penyelenggaran Haji dan Umrah Kementerian Agama (Kemenag). Sehingga, Kemenag menjalin kerja sama dengan Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Selain itu, Kemenag juga membangun kerja sama dengan Kelompok Bimbingan Ibadah Haji dan Umrah (KBIHU) serta bank penerima setoran (BPS) dalam proses persiapan penyelenggaraan haji 1445 H/2023 M.
Menurut Direktur Jenderal Penyelenggaran Haji dan Umrah Hilman Latief, untuk kuota haji Indonesia yang sudah diterima saat ini oleh Kemenag sebesar 221.000 jemaah. Namun, perlu adanya pembaruan khususnya dalam hal istithaah kesehatan.
Ia menyebutkan, dari total 67.000 jemaah lanjut usia (lansia) yang harusnya berangkat tahun ini, hanya 61.000 jemaah yang melunasi haji dan berangkat. Sedangkan jumlah jemaah haji yang wafat di Arab Saudi tahun ini terbesar dalam sejarah, sebanyak 800 lebih.
“Perlu kita tindaklanjuti, khususnya dalam sektor kesehatannya,” ujar Hilman, saat menghadiri acara persiapan ibadah haji di Hotel Novotel Bogor, Jawa Barat, Kamis, 5 Oktober 2023.
Ia menambahkan, pihaknya sudah mempelajari pola dari penyelenggaran haji tahun ini, dan sedang dalam tahap koordinasi dengan Kemenkes untuk mengatur regulasinya.
“Perlu kita ketahui, bahwa sektor istithaah kesehatan ini cukup bervariatif tergantung dari sisi ketahanan fisik dan kemandirian jemaah dalam melakukan kegiatan sehari-harinya,” katanya.
BACA JUGA: Wapres Soroti Keterlambatan Keberangkatan Jemaah Haji
Sama pentingnya dengan istithaah kesehatan, kata dia, Bank Penerima Setoran (BPS) juga mengawal persiapan haji. Jika jemaah saat melakukan screening kesehatan tidak memenuhi standar, maka jemaah yang bersangkutan dilarang untuk melakukan pelunasan.
BACA JUGA: Petugas Haji Daerah Sulteng Akan Diseleksi
“Jadi screening kesehatan dahulu sebelum pelunasan. Apa yang terjadi jika tidak lulus tes kesehatan? maka jemaah akan ditunda keberangkatannya sampai jemaah dapat memenuhi standar kriteria kesehatan yang dibutuhkan. Peran KBIHU juga sebagai penjelas dan meyakinkan jemaah nantinya jika tidak lulus tes,” ujarnya.
Menurutnya, haji termasuk dalam rukun islam, wajib jika mampu. Namun, mampu dalam hal apa? finansial dan kesehatan. Sebab, jika dua hal tersebut hilang salah satunya, maka jemaah nantinya akan kesulitan saat menjalani ibadah haji.
Apalagi, kondisi terberat jemaah dalam mengandalkan fisik bukan di Indonesia, tetapi di Arab Saudi saat melakukan ibadah haji. Sehingga, ia berharap proses standarisasi istithaah kesehatan bisa menemui titik terang.
“Dengan begitu, jemaah dapat terjaga dan mandiri saat menjalani seluruh rangkaian ibadah haji di Arab Saudi,” pungkasnya.
Laporan : Roy Lasakka Mardani/**