Dirut dan Komisaris PT GPS Tersangka Dugaan Kasus Pertambangan di Morowali Utara

Dirut dan Komisaris PT GPS Tersangka Dugaan Kasus Pertambangan di Morowali Utara
Tampak deretan alat berat yang disita oleh Ditreskrimum Polda Sulawesi Tengah dalam dugaan kasus pertambangan tanpa izin yang dilakukan oleh PT. GPS. (Foto: Dok Humas Polda Sulawesi Tengah)

JURNAL LENTERA, PALU – Direktur PT. GPS berinisial AT (31 tahun) dan komisarisnya S (46 tahun) ditetapkan sebagai tersangka oleh Ditreskrimum Polda Sulawesi Tengah dalam dugaan kasus pertambangan tanpa izin (PETI) Desa Towara, Kecamatan Petasia Timur, Kabupaten Morowali Utara.

Menurut Kabidhumas Polda Sulawesi Tengah Kombes Pol. Djoko Wienartono, PT. GPS diduga melakukan kegiatan pertambangan nikel di kawasan hutan dan masuk dalam wilayah Ijin Usaha Produksi (IUP) milik PT. Bukit Makmur Intindo Nikeltama. Penetapan tersangka terhadap Dirut dan Komisaris PT. GPS ini, setelah kali kedua dilakukan penindakan.

Penindakan pertama yang dilakukan tim Ditreskrimum Polda Sulawesi Tengah pada 7 Februari 2024. Saat dilakukan penindakan terhadap aktifitas pertambangan oleh PT GPS saat itu, tim Ditreskrimum Polda Sulawesi Tengah menyita 17 unit alat berat, 99 tumpukan material ore nikel, dokumen pertambangan, dan surat keterangan tanah (SKT).

Namun, pada 25 Maret 2024, tim Ditreskrimum Polda Sulawesi Tengah kembali melakukan penindakan terhadap aktifitas pertambangan yang dilakukan PT. GPS. Saat penindakan kali keduanya, tim Ditreskrimum Polda Sulawesi Tengah menyita enam unit alat berat, 2 unit dump truck roda 10 dan 12 dome atau tumpukan ore nikel. Setelah itu, polisi melakukan pemeriksaan terhadap puluhan saksi, termasuk ahli dan hasilnya menetapkan AT selaku Dirut dan S sebagai Komisaris PT. GPS sebagai tersangka.

BACA JUGA: Penggerbekan Narkoba di Palu, 9 Orang Diamankan dan 1 Ditembak

“Akibat perbuatan PT. GPS, negara mengalami kerugian sekitar Rp5 miliar,” ujar Djoko, didampingi Dirreskrimsus Kombes Pol. Bagus Setiawan, dalam konfrensi pers yang dilaksanakan di Mapolda Sulteng, Selasa, 4 Juni 2024.

BACA JUGA: Pria Asal Sigi Ini Kedapatan Bawa Sabu yang Jumlahnya Fantastis

Keduanya, kata dia, diduga telah melakukan tindak pidana penambangan tanpa ijin sebagaimana pasal 158 Undang Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang perubahan atas Undang Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batubara, yang hukuman pidananya lima tahun penjara paling singkat dan paling lama 15 tahun serta denda paling sedikit Rp 1,5 miliar dan paling banyak Rp 10 miliar.

Selain itu, keduanya juga dijerat pasal 89 ayat (1) huruf a dan b Undang Undang RI Nomor 18 Tahun 2013 tentang pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan, dengan pidana singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun serta pidana denda paling sedikit Rp 1,5 miliar dan paling banyak Rp 10 miliar.

“Ini merupakan komitmen Polda Sulawesi Tengah (Sulteng) untuk menindak tegas aktifitas pertambangan tanpa ijin,” tegas Djoko.

Laporan : Moh. Reza Fauzi

Respon (2)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *