JURNAL LENTERA, JAKARTA – Aksi teror berupa pengiriman kepala babi dan bangkai tikus ke Redaksi Tempo menuai kecaman dari berbagai pihak. Anggota Komisi I DPR RI, Syamsu Rizal, menilai insiden ini sebagai ancaman nyata terhadap kebebasan pers di Indonesia.
Menurut Rizal, teror terhadap Redaksi Tempo tersebut mengancam kemerdekaan pers. Padahal, praktik kerja jurnalistik harus mendapatkan perlindungan hukum sesuai dengan Undang-Undang Pers.
Media memiliki hak untuk mencari dan menyebarluaskan informasi tanpa intimidasi. Jika teror seperti itu dibiarkan, maka ada indikasi upaya untuk menghambat kerja pers yang seharusnya berjalan bebas dan independen.
Syamsu Rizal, yang akrab disapa Daeng Ical, menilai aksi teror tersebut bertujuan menebar ketakutan terhadap Tempo, yang selama ini dikenal kritis terhadap kebijakan pemerintah.
BACA JUGA: Apresiasi Dewan Pers ke Polri dalam Penanganan Kekerasan terhadap Jurnalis
Namun, ia menegaskan bahwa kritik tetap sah selama mengikuti kaidah jurnalistik yang berlaku.
“Kita butuh suara-suara kritis sebagai penyeimbang kebijakan pemerintah agar demokrasi tetap berjalan sehat,” tegas Rizal, di Jakarta, Senin, 24 Maret 2026.
BACA JUGA: Pemerintah Kembangkan Pooling Fund Bencana
Ia lantas menyoroti Pasal 8 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, yang menyatakan bahwa wartawan berhak mendapatkan perlindungan hukum dalam menjalankan tugasnya.
“Selama produk jurnalistik yang dibuat tidak mengandung berita bohong atau fitnah, negara wajib melindungi mereka dari segala bentuk ancaman, termasuk teror semacam ini,” katanya.
Ia lantas meminta kepolisian segera mengusut tuntas kasus ini. Sebab, tindakan menghalangi kerja jurnalistik merupakan pelanggaran serius yang bisa berujung pada pidana penjara maksimal dua tahun atau denda hingga Rp 500 juta.
Ia kemudian mendesak Dewan Pers untuk ikut mengusut kasus ini dengan menerjunkan Satgas Anti-Kekerasan.
Ia menegaskan, Dewan Pers memiliki tanggung jawab melindungi kemerdekaan pers dari intervensi pihak lain.
“Publik berhak tahu siapa dalang di balik aksi teror ini. Jangan sampai insiden ini menjadi preseden buruk yang membuat jurnalis bekerja dalam bayang-bayang ketakutan,” ungkapnya.
Editor : Roy Lasakka Mardani