JURNAL LENTERA, BANGGAI – Warga masyarakat Desa Kampangar Kecamatan Balantak Utara Kabupaten Bangai, keberatan atas pelarangan pancing wisata di wilayah konservasi Pulo Dua akhir-akhir ini. Mereka menilai, upaya tersebut mengurangi pendapatan masyarakat nelayan.
Karateker Kepala Desa Pulo Dua, Imran Bugaadjim, kepada Jurnallentera.com mengaku bahwa pelarangan tersebut tidak berpihak pada kepentingan ekonomi masyarakat. Aturan zonasi yang saat ini diterapkan menurut dia tidak tersosialisasi dengan baik kepada masyarakat.
Ia mengaku menemukan beberapa kali kejadian pelarangan tersebut yang dilakukan oleh pihak Yayasan Tompotika Biodiversity Lestari (YTBL), yang menjadi mitra pemerintah dalam pengelolaan kawasan konservasi taman laut Pulo Dua.
BACA JUGA: Dua Remaja Palu yang Tersesat saat Mendaki Gunung Gawalise Ditemukan Selamat
Beberapa bulan lalu ada pelaporan yang dilakukan oleh pihak Kelompok Pengawas Masyarakat Tomui’ku terkait aktifitas pemancingan yang dilakukan wisatawan di pesisir depan penginapan Evil Pulo Dua dan kawasan konservasi Pulo Dua pada 11 hingga 12 Juni 2024.
“Itu yang sempat dilaporkan. Tapi masih ada beberapa kasus yang terjadi, termasuk saat Dandim Banggai yang saat itu turun memancing di Pulo Dua,” jelas Imran, Jumat, 15 November 2024.
BACA JUGA: Seminar Literasi BMKG di Palu Sasar Kalangan Pelajar
Ia sendiri sepakat terhadap konsep konservasi, tapi perlu mempertimbangkan aspek kepentingan masyarakat nelayan sendiri.
“Pembatasan aktifitas mancing wisata di wilayah konservasi itu yang jadi masalah. Masyarakat kan mendapatkan rejeki dari aktifitas itu. Mereka dapat upah dari sewa perahu. Dan aktifitas mancing pun masih dalam batas wajar, memancing secara manual, sama dengan pemancingan yang dilakukan oleh masyarakat nelayan lokal,” jelasnya.
Sementara itu, saat dikonfirmasi pada Jumat, 15 November 2024 melalui sambungan telepon pribadinya, Sri Salatun, Koordinator Pengawasan YTBL, mengaku pihaknya tidak melarang aktifitas pancing wisata di Pulo Dua, asalkan di luar kawasan konservasi. Ia menyebut wilayah konservasi Taman Laut Pulo Dua dibagi dalam dua zona, yakni zona wisata dan zona pemanfaatan.
“Dalam aturannya dijelaskan, berdasarkan PERMEN KP No. 30 Tahun 2010 Tentang Rencana Pengelolaan dan Zonasi Kawasan Konservasi Perairan, untuk zona pemanfaatan di KKP3K Pulo Dua, ada Zona Pemanfaatan, yaitu subzona penangkapan ikan dan subzona wisata bahari. Di Pasal 27, untuk kegiatan wisata dan rekreasi itu, tidak termasuk wisata memancing,” jelas Sri.
Ditanya soal adanya perlakuan berbeda terhadap aturan memancing di wilayah konservasi Pulo Dua, Sri mengaku tidak ada kesepakatan yang mengikat bersama-sama masyarakat, seperti dokumen kesepakatan bersama antar para pihak atau berupa Perdes.
Ia mengaku, sejak lama ada kearifan lokal bahwa pihak luar, selain warga di tiga desa yang berdekatan dengan wilayah Konservasi Pulo Dua, yakni Desa Pulo Dua, Kampangar dan Kuntang, dilarang melakukan aktifitas pemancingan, termasuk pemancing wisata.
Pernyataan Sri juga dikuatkan Direktur YTBL, Marian Azna Doucet. Menurutnya, pihaknya semata-mata hanya melakukan pengawalan terhadap kebijakan yang ada. Dan ia mengakui pihaknya benar-benar melakukan pengawasan di lapangan atas aktifitas di wilayah konservasi Taman Laut Pulo Dua.
“Kami konsern pada pemberdayaan masyarakat. Yayasan kami berdiri atas dukungan masyarakat dan melibatkan mereka dalam kerja-kerja konservasi. Kami menjadi mitra pemerintah untuk melakukan upaya konservasi di kawasan Pulo Dua,” jelasnya, Jumat, 15 November 2024.
Menurutnya, pelarangan terhadap pemancing wisata itu semata-mata untuk menjalankan fungsi kawasan sebagaimana mestinya. Pemancing untuk tujuan wisata, dibolehkan beraktifitas asal di luar zona.
Saat ini, berdasarkan informasi yang diterima Jurnallentera.com, wilayah konservasi Taman Laut Pulo Dua hanya bisa dimanfaatkan untuk aktifitas pemancingan oleh warga lokal saja. Tidak berlaku bagi warga luar, termasuk pemancing wisata yang notabene punya aktifitas yang sama.
Sri menilai, aktifitas mereka memang sama, namun secara tujuan berbeda. Nelayan memancing di kawasan konservasi Pulo Dua semata-mata untuk mencari nafkah. Tapi pemancing wisata, hanya untuk mencari kepuasan berwisata sambil memancing di kawasan tersebut.
“Kalau setahu saya, aturan mancing wisata itu di kawasan konservasi adalah catch and release. Ikan dipancing, setelah itu dilepaskan. Tapi siapa yang jamin kalau ikan itu masih hidup,” jelasnya.
Menanggapi fenomena yang terjadi akhir-akhir ini, Imran berharap perlu dilakukan pertemuan kembali antara pemangku kepentingan di wilayah tersebut, untuk mencapai kesepahaman tentang konservasi yang bermuara pada kepentingan masyarakat.
Sejauh ini kata dia, di wilayah kawasan konservasi Taman Laut Pulo Dua, sudah kurang terjadi aktifitas illegal fishing seperti pengeboman ikan atau penangkapan menggunakan pukat harimau. Ia bersyukur atas upaya yang dilakukan selama ini, namun perlu dievaluasi kembali agar tidak terjadi resistensi di masyarakat.
Kalau memang wilayah itu tidak bisa dimanfaatkan untuk pemancingan kata Imran, semuanya harus tunduk. Tidak bisa berlaku pengecualian, kalau semua pihak mau mengutamakan konservasi yang berkelanjutan, harus mengedepankan kepentingan masyarakat.
“Apa bedanya nelayan dan pemancing wisata. Kan sama-sama memancing. Alatnya pun secara proses mendapatkan ikan, sama. Yang ditangkap pun tujuannya sama, hanya untuk dikonsumsi. Secara subtansi kan sama. Tapi kenapa harus ada perlakuan berbeda. Ini yang jadi masalah. Padahal, dengan menyewakan perahu pada pemancing wisata, nelayan juga mendapatkan penghasilan lumayan. Bukankan ini jadi tujuan konsep pariwisata dan konservasi?,” tegas Imran.
Ia menambahkan, pemancingan seperti yang disarankan di luar zona konservasi, tidak efektif. Sebab di luar zona konservasi termasuk wilayah laut dalam yang secara resiko lebih tinggi. Dan tidak mungkin kata dia, dalam kedalaman lebih dari 300 meter misalnya, pemancing wisata bisa melakukan aktifitas, karena peralatan mereka memang diperuntukkan di kedalaman rendah atau laut dangkal.
Makanya ia menyarankan, para pihak harus kembali bertemu untuk membicarakan konsep pengelolaan pariwisata Pulo Dua yang berkelanjutan dan memberi manfaat pada masyarakat.
Laporan : M. Sahril
Respon (1)