Cerita Mahasiswi PBI UIKA Bogor Ikut Program IISMA, Belajar di Irlandia Selama Satu Semester

Nur Khofifah Saadiah (tengah/hijab cokelat) bersama para mahasiswa program IISMA 2021 di kampus Lumerick University Irlandia. Foto/Opi

JURNAL LENTERA – Mahasiswi Universitas Ibn Khaldun (UIKA) Bogor, Nur Khofifah Saadiah terpilih menjadi salah satu peserta program beasiswa IISMA (Indonesian International Student Mobility Awards). Program ini diselenggarakan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudyaaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).

Mahasiswi Progran Studi Pendidikn Bahasa Inggris FKIP UIKA Bogor ini ditempatkan di Limerick University, Irlandia bersama 30 mahasiswa lainnya dari Indonesia. Kepada Jurnal Lentera, Opi, panggilan akrabnya, berbagi cerita menariknya selama enam bulan belajar bersama para mahasiswa dari berbagai negara di ‘Pulau Zamrud’ terebut.

Berhasil Lolos Seleksi dari 3000 Peserta

Seperti kebanyakan program-program bergengsi dalam hal pernghargaan atau beasiswa, Opi harus berjuang lolos menjadi salah satu calon peserta beasiswa. Ia harus memastikan kemampuan bahasa inggrisnya baik, memenuhi standar internasonal dan harus membuat esai serta ikut tes wawancara.

“Seingat saya yang ikut mendaftar itu 3000, yang lolos tes wawanara 2000 mahasiswa. Dan yang lolos untuk ikut program hanya 1000 orang, termasuk saya,” kata Opi, bungsu dari pasangan Siti Fauziah dan Sarjana ini.

Semua tahapan ia lalui dengan baik, walaupun waktu yang ia punya hanya dua minggu setelah mendapatkan informasi dari Ketua Prodi Pendidikan Bahasa Inggris FKIP Uika Bogor, Amalul Umam. Opi mengaku sangat terbantu dengan perhatian pihak kampus yang begitu besar.

“Alhamdulillah ya, semua bisa saya lewati. Padahal waktunya mepet. Saya tes bahasa inggrisnya pakai Duolingo. Hasilnya lebih cepat dari tes-tes lainnya,” ungkap Opi yang kini tengah menyusun tugas akhir dalam prgram sarjan (S1) ini.

Trik Memilih Universitas

Pilihan universitas dalam program IISMA ditentukan oleh para peserta. Dengan bimbingan yang cukup intens, Opi diarahkan untuk memilih universitas yang setidaknya tidak terlalu banyak peminat. Ini berkaitan dengan kompetitor. Jika ia memilih universitas ternama dan terfavorit, dikhawatirkan sulit lolos karena banyaknya peminat. Sementara pilihannya hanya bisa satu universitas saja.

“Saya kan dari universitas swasta. Sementera saingannya didominasi universitas negeri dan swasta bergensi yang ada di Indonesia. Pihak Prodi juga menyarankan untuk memilih yang setidaknya peminatnya kurang. Dan alhamdulillah saya lolos di Limerick. Banyak yang mungkin hebat-hebat dari saya, tapi tidak lolos karena memilih universitas bergensi yang banyak peminat,” jelas dara berhijab kelahiran Kebumen 23 tahun silam ini.

Selain itu kata Opi, pilihan universitas juga harus linier dengan mata kuliah yang diambil. Setidaknya mata kuliahnya ada yang sama dengan yang sudah dipelajari sebelumnya di kampus asal.

“Ini juga penting. Di sana saya belajar satu mata kuliah Intercultural Communication. Nah mata kuliah ini saya juga sudah belajar di Uika. Ini juga menjadi salah satu pertimbangan. Jadi saya tidak terlalu kesulitan” jelas Opi.

Perbedaan aksen Bahasa Inggris dan Budaya

Irlandia, meskipun dekat dengan Inggris raya, memiliki aksen bahasa Inggris yang cukup berbeda jika didengar. Opi dan kawan-kawannya mengaku sedikit sulit untuk berkomunikasi di awal-awal dengan penduduk asli. Menariknya kata dia, dosen yang mengajar mereka, aksen bahasa Inggrisnya mudah dipahami dengan pengucpan yang lazim seperti di Indonesia.

“Kalau aksen Irish itu cepat sekali. Terus terang agak sulit di awal-awal. Untungnya, dosen yang mengajar kami aksennya sudah internasional-lah. Jadi mudah dipahami,” jelasnya.

Saat bertemu mahasiswa yang benar-benar penduduk asli dengan aksen Irish, Opi mengaku kesulitan dan lebih meilih menggunakan bahasa isyarat.

Yang menarik dari budaya orang Irlandia menurut Opi, kurang lebih sama dengan Indonesia. Masyarakatnya ramah terhadap pendatang. “Mereka menyapa lebih dulu saat berpapasan di jalan. Walaupun kita belum kenal,” katanya.

Sistem Belajar di Kampus

Di Limerick dan sejumlah kampus-kampus yang ada di Eropa, dalam setahun pendidikan bisa ditempuh dalam 3 semester. Hitungan semesternya permusim. Hanya satu dari empat musim di Eropa yang dijadikan masa libur. Untuk sarjana starta satu menurut Opi, bisa ditempuh hanya dalam kurun waktu tiga tahun.

“Yang menarik dan membuat orang-orang bisa menyelesaikan studi tepat waktu itu salah satunya karana dukungan fasilitas. Perpustakaan itu buka dari jam tujuh pagi sampai jam 12 malam, ini bagi saya luar biasa,” kata Opi.

Kelasnya pun kata Opi cukup menarik. Ada kelas besar yang jumlah mahasiswanya bisa sampai 150 orang. Kemudian ada kelas tutorial yang mahasiswanya lebih sedikit. Para mahasiswa yang mengikuti kuliah bisa memilih jadwal sendiri, menyesuaikan dengan waktunya.

“Di kelas tutorial ini, kami diajar oleh asisten dosennya. Hanya 15 orang dalam satu kelas. Dan jadwalnya banyak, kita sendiri yang menentukan,” katanya.

Belajar di Masa Pandemi

Meskipun program IISMA berlangsung di masa pandemi tahun 2021 lalu, sitem belajar di Universitas Limerick tetap bejalan secara offline. Kecuali jika memang dosennya sedang berada di luar negeri.

“Kami harus menggunakan masker saat di kelas. Tapi kalau sudah di luar ruangan bebas. Tidap perlu pakai masker. Kan saat pertama tiba di Irlandia dilakukan PCR lagi, kemudian kami dikarantina lima hari. Itu saja,” katanya.

Ditawari Beasiswa Doktoral

Sebelum mengakhiri ceritanya kepada Jurnal Lentera, Opi dan teman-temannya mengaku sempat ditawari beasiswa di Limerick untuk program doktoral. Dan tak tanggung-tanggung, programmnya langsung ke jenjang doktoral tanpa harus magister lebih dulu.

“Di sana itu, program dari bachelor langsung ke PhD itu bisa. Hanya memang program PhD ini empat tahun. Tapi sayangnya, program beasiswa ini hanya dibiayai selama satu tahun. Tiga tahun berikutnya itu biaya sendiri,” ungkapnya.

Untuk diketaui, Opi dan ribuan mahasiswa Indonesia yang ikut dalam program IISMI, menjalani masa kuliah short program ini sejak 23 Agustus hingga 20 Desember 2021, bertepatan dengan musim gugur di Eropa.

Program IISMA sendiri menurut Dekan FKIP Uika Bogor, Dr. Nuraini, adalah bentuk pengimplementasian kebijakan Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) oleh Kementerian Pendidikan, Kebudyaaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek). Program ini kata dia, untuk memberikan kesempatan kepada para mahasiswa untuk belajar di luara negeri selama satu semester dengan biaya negara.

“Insya Allah untuk tahun ini (2022), kita akan mencoba mengikutkan lagi mahasiswa-mahasiswa kami. Semoga adalagi yang mengikuti jejak Opi, belajar di luara negeri meskioun hanya satu semester. Setidaknya mereka bisa punya pengalaman dan tertarik untuk melanjutkan studi lanjut ke luar negeri,” jelas Nuraeni.


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *