JURNAL LENTERA, PALU – Dalam upaya memperkuat perlindungan perempuan dan anak, forum dialog lintas aktor yang digelar oleh Perkumpulan Lingkar Belajar untuk Perempuan (LIBU Perempuan) Sulawesi Tengah (Sulteng) mengangkat tema Integrasi Nilai-nilai Budaya Berperspektif Gender dan Perlindungan Anak, Rabu, 30 Juli 2025.
Kegiatan yang dilaksanakan di salah satu cafe di Kota Palu ini menjadi ajang penting bagi penguatan kebijakan berbasis budaya yang ramah perempuan dan anak.
Acara ini dibuka secara daring oleh Asisten Pemerintahan dan Kesra, Dr. Fahrudin, S.Sos, M.Si, sekaligus menyampaikan sambutan Gubernur Sulteng.
Fahrudin mengapresiasi dan menyatakan terima kasih kepada LIBU Perempuan, AMAN Indonesia, dan UN Women atas kolaborasi mereka dalam mendorong partisipasi perempuan di berbagai bidang kehidupan.
BACA JUGA: Anwar Hafid Percayakan Dekopinwil Sulteng Bina Koperasi Desa Merah Putih
“Keberadaan organisasi-organisasi ini sangat vital, karena mereka berhasil memberikan suara bagi perempuan di tingkat akar rumput dan memastikan bahwa kepemimpinan perempuan mendapatkan tempat yang layak dalam pengambilan keputusan,” ujarnya.
BACA JUGA: Gubernur Sulteng Buka Peluang Besar Bagi Investor Tiongkok
Ia menekankan pentingnya kolaborasi lintas organisasi dalam memberikan pandangan konstruktif bagi penyempurnaan Rancangan Aksi Daerah Perlindungan dan Pemberdayaan Perempuan dan Anak Korban Konflik Sosial (RAD-P3AKS) Sulteng.
Salah satu harapan utamanya adalah agar nilai-nilai budaya lokal yang responsif gender dan perlindungan anak dapat diterapkan dalam Rancangan RAD-P3AKS.
“Dalam konteks dinamika sosial yang terus berubah, penting bagi setiap kebijakan yang dirumuskan untuk tidak hanya bersifat normative. Tetapi, juga mencerminkan nilai-nilai budaya yang kaya serta menghargai keberagaman,” imbuhnya.
Salah satu narasumber dalam forum ini, Dr. Misnah, S.Pd., M.Pd., menyampaikan pembahasan terkait tradisi Suku Kaili di lembah Palu yang sangat menghargai dan menjaga kehormatan perempuan.
Ia menjelaskan, Suku Kaili menganut sistem kekerabatan bilineal. Di mana, garis keturunan ditarik dari kedua belah pihak, baik ayah maupun ibu. Hal ini mencerminkan kesetaraan gender yang memberikan hak dan kedudukan yang setara bagi laki-laki dan perempuan dalam keluarga maupun kehidupan sosial masyarakat.
“Budaya Kaili memiliki nilai-nilai yang pro perempuan dalam nuansa kesetaraan gender,” katanya.
Kabid Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Diana Adam Patalau, juga turut memaparkan program inovatif dalam RAD-P3AKS yang bertujuan menciptakan desa/kelurahan ramah anak dan perempuan yang terintegrasi dengan desa/kelurahan Bersih Narkoba (Bersinar).
Program ini diluncurkan sebagai respons terhadap dampak luas narkoba, yang disinyalir dapat memicu konflik sosial serta kekerasan terhadap perempuan dan anak dalam keluarga.
“Semoga forum ini dapat memberikan kontribusi berharga bagi rancangan pergub RAD-P3AKS. Saya juga berharap agar masyarakat sipil, akademisi, dan organisasi perempuan dapat terus berkolaborasi dalam mengawal keberhasilan program tersebut,” ungkapnya.
Forum ini dihadiri oleh Direktur LIBU, Dewi Rana, bersama Fasilitator Maya Safira, perangkat daerah, serta berbagai aktivis perempuan dan anak.
Selain itu, para mitra kerja terkait juga turut berperan aktif dalam memberikan masukan untuk memperkaya rancangan kebijakan yang berpihak pada perempuan dan anak di Sulteng.
Dengan kolaborasi ini, diharapkan dapat tercipta kebijakan yang lebih inklusif dan berbasis budaya. Selain itu, mampu menciptakan lingkungan yang aman dan ramah bagi perempuan dan anak di seluruh wilayah Sulteng.
Laporan : Mifta’in











Respon (2)