Erick Thohir: Harga BBM Berpeluang Turun

Menteri BUMN Erick Thohir saat meninjau Pertamina Integrated Enterprise Data and Command Center (PIEDCC), di Jakarta, Rabu, 7 September 2022. (Foto: dok Humas BUMN)

JURNAL LENTERA, JAKARTA – Menurut Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir, harga bahan bakar minyak (BBM) nonsubsidi seperti Pertamax berpeluang turun. Sebab harga Pertamax ditentukan dengan mekanisme harga minyak mentah dunia.

Apabila harga minyak dunia turun, maka Pertamax pun akan mengikuti mekanisme tersebut dengan menurunkan harga jual kepada masyarakat.

“Banyak juga yang bicara, nanti kalau harga minyak dunia turun seperti apa, ya pasti kita turun, cuma yang mesti diingat apa yang dilakukan pemerintah hari ini, itu mengurangi subsidi,” ujar Erick saat meninjau Pertamina Integrated Enterprise Data and Command Center (PIEDCC), di Jakarta, Rabu, 7 September 2022.

Dia menyebutkan, khusus BBM jenis Pertalite, Solar, dan Pertamax masih dalam subsidi. Sehingga, ia menilai jika minyak mentah dunia yang saat ini sebesar 95 dolar AS per barel turun menjadi 75 dolar AS per barel, maka akan diikuti dengan harga jual Pertamax kepada masyarakat.

“Kalau nanti harga minyak dunia turun, Pertamax akan harga pasar, jadi bisa saja turun, tapi apakah Solar dan Pertalite itu nanti harga pasar, tidak bisa karena itu subsidi,” katanya.

Dia mengatakan, penyesuaian harga Pertamax dari Rp 12.500 per liter menjadi Rp 14.500 per liter merupakan upaya pemerintah dalam mengalihkan subsidi agar lebih tepat sasaran. Meski sebagai BBM nonsubsidi, Pertamina tetap memberikan subsidi untuk Pertamax. Apalagi, harga Pertamax sejatinya masih berada di bawah harga keekonomian maupun harga yang ditawarkan kompetitor.

“Karena yang selalu diingatkan, apa yang pemerintah lakukan hari ini bukan kenaikan harga, tapi pengurangan subsidi,” katanya.

BACA JUGA: Kemendagri Seleksi 20 Desa dan 19 Kelurahan Terbaik

Ia menilai perbandingan harga BBM antarnegara tidak bisa hanya dilihat dari satu sisi saja. Status sebagai negara produsen BBM, tentu akan berbeda dengan negara yang hanya mengimpor BBM dalam penentuan harga jual kepada masyarakat.

“Nah, ini kadang-kadang persepsi dari masyarakat dibanding-bandingkan, kenapa negara ini lebih murah, karena masih menghasilkan, mayoritas gitu, kalau kita sudah impor,” ujarnya.

Indonesia sejak sembilan tahun lalu sudah bukan lagi menjadi anggota negara pengekspor minyak atau OPEC. Alhasil, Indonesia masuk dalam kategori dengan yang mengimpor BBM sejak 2003.
Pengurangan subsidi BBM akan diimbangi oleh perusahaan dengan menyesuaikan besaran gaji untuk para pekerja. Penyesuaian gaji merupakan hal yang lumrah tatkala terjadi pengalihan subsidi BBM.

BACA JUGA: Jaksa Agung: Seluruh Kejati Perhatikan Surat Edaran Mendagri

Bagi BUMN sendiri, Erick meminta agar melakukan sejumlah program dalam menyeimbangkan perekonomian. Salah satunya lewat Makmur sebagai sebuah program dan ekosistem pertanian yang terintegrasi, dari hulu hingga ke hilir.
BUMN melalui holding perkebunan nusantara juga telah bekerja sama dari sektor kopi dengan perusahaan Belanda.

“Kemarin penandatanganan untuk kopi, dari 7 ribu hektare sudah mulai ada pembelinya dari luar negeri. Itu 100 persen swasta dari Belanda, total transaksinya lumayan. Meski belum besar tapi sudah mencapai 5,6 juta dolar AS,” ujarnya.

Dia mengatakan, sejumlah program tersebut sebagai wujud keseriusan BUMN dalam mendukung peningkatan UMKM. Bahkan pihaknya terus mendorong peningkatan kualitas dan kuantitas para pelaku usaha lokal untuk mampu berbicara banyak di kancah internasional.
Berdasarkan riset, 70 persen anak muda Indonesia ingin menjadi pengusaha. Hal ini menjadi sebuah fondasi besar bagi Indonesia untuk menjadi negara maju.

“Makanya kita dorong. BUMN memberikan pembiayaan dan pendampingnya, termasuk CSR pun sekarang hanya tiga, memberikan pendidikan, perbaikan lingkungan hidup dan pendampingan UMKM untuk digital marketing. Itu kita dorong, supaya kita menjadi bangsa yang mandiri, jangan sekadar kita merdeka, tapi tidak berdaulat. Itulah kita harus membangun ekosistem ini,” pungkasnya.

Laporan : Roy Lasakka Mardani

Respon (1)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *