JURNAL LENTERA, JAKARTA – Pemerintah melalui Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo menyatakan, pihaknya optimis upaya mewujudkan target angka prevalensi stunting 14 persen di 2024, dapat terwujud dengan dukungan dari seluruh pihak terkait.
“Insya Allah optimis, karena kita lihat penurunan stunting kita mengalami kenaikan tajam. Kemudian pelaksanaan dan realisasi komitmen dari tingkat pusat sampai daerah dan juga termasuk perguruan tinggi, media, swasta cukup menggembirakan. Selain itu, program gotong royong yang melibatkan Bapak Asuh Anak Stunting (BAAS) juga luar biasa,” ujar Hasto dalam rapat koordinasi teknis (Rakortek) dan rapat koordinasi nasional (Rakornas) percepatan penurunan stunting yang diselenggarakan oleh Sekretariat Wakil Presiden (Setwapres) sejak 4-7 Oktober 2023, dan dihadiri 1000 orang lebih dari 288 kabupaten/kota serta 14 provinsi bersama kementerian/lembaga di Hotel Grand Mercure Kemayoran, Jakarta Pusat.
Ia menyampaikan, sejak 2013, terdapat kebijakan nasional untuk melakukan pencegahan dan percepatan penurunan stunting di tanah air. Salah satunya dengan terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 42 Tahun 2013 tentang Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi. Kemudian dilanjutkan dengan Perpres Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting.
“Di tahun 2022, setelah ada Perpres, meskipun ada provinsi prioritas atau di dalamnya ada kabupaten prioritas, akan tetapi semua kabupaten/kota mengerjakan upaya percepatan penurunan stunting karena ada Tim Percepatan Penurunan Stunting di provinsi, kabupaten, bahkan sampai di tingkat desa dan kelurahan. Tim di tingkat desa dan kelurahan sendiri mencapai 82.773 tim,” katanya.
Menurutnya, tren penurunan angka prevalensi stunting di tanah air dari 2013, sampai 2016 rata-rata mencapai 1,3 persen per tahun, yakni dari 37,2 persen pada 2013 menjadi 34 persen pada 2016. Sedangkan dari 2016 sampai 2021 rata-rata turun 1,6 persen per tahun dan dari 2021 sampai 2022 rata-rata turun 2,8 persen per tahun. Sehingga, pada 2022 angka prevalensi stunting di Indonesia menjadi 21,6 persen.
Ia berpendapat, untuk mencapai target angka prevalensi stunting 14 persen pada 2024, menurut Hasto, pada 2023 alokasi anggaran kementerian/lembaga yang mendukung program percepatan penurunan stunting mencapai Rp30 Triliun. Adapun rinciannya Rp1,2 Triliun untuk program dukungan, Rp2,1 Triliun untuk intervensi spesifik seperti pemberian makanan, dan Rp26,7 Triliun untuk intervensi sensitif seperti penyediaan air minum dan sanitasi, pelayanan gizi dan kesehatan, peningkatan kesadaran pengasuhan dan gizi, serta peningkatan akses pangan bergizi.
“Capaian-capaian dalam upaya penurunan stunting baik program intervensi spesifik maupun sensitif sudah kita rekam semua dan nanti dapat menjadi bahan diskusi,” ujarnya.
Ia juga secara khusus menjelaskan terkait pentingnya program intervensi spesifik dalam upaya penurunan stunting seperti sosialisasi, edukasi, dan komunikasi untuk merubah perilaku masyarakat, khususnya ibu hamil.
BACA JUGA: Studi Penanganan Stunting, Laos Kirim Delegasi ke Indonesia
“Termasuk perlunya dukungan kebijakan tentang pemberian ASI. Khususnya pemberian ASI ekslusif yang masih perlu sekali untuk didorong karena perannya penting, murah, mudah. Kemudian juga perlu peningkatan cakupan pemberian makanan tambahan kepada ibu hamil dan balita,” katanya.
Kemudan terkait program intervensi sensitif, menurut Hasto, salah satu yang menjadi masalah saat ini adalah akses air minum dan sanitasi. Sebagai contoh, saat ini masih banyak masyarakat yang enggan buang air besar (BAB) di jamban meskipun telah disediakan jamban secara gratis.
BACA JUGA: Jejaring Skrining Layak Hamil ANC dan Stunting di Sigi Dievaluasi
“Catatan khususnya memang terkait sanitasi, kemudian juga pembangunan infrastruktur, serta edukasi dan refocusing bantuan sosial untuk keluarga yang beresiko tinggi stunting,” ungkapnya.
Ia menyampaikan usulan, bahwa untuk menuju penurunan angka prevalensi stunting 3.8 persen per tahun pada 2023 dan 2024 sehingga tercapai target 14 persen pada 2024, membutuhkan penambahan provinsi prioritas.
“Kemudian fokus konvergensi menggunakan dana desa misalnya minimal 10 persen untuk masing-masing desa, dana kelurahan dan PKH untuk pembelian makanan tambahan lokal, serta perlu dukungan lintas sektor untuk penguatan pengisian Elsimil dan SIGA/Pendataan Keluarga,” pungkasnya.
Laporan : Roy Lasakka Mardani/**
Respon (2)