JURNAL LENTERA – Acara pembukaan baru saja selesai ketika saya sampai di Dunia Art Gallery di kawasan Tebet Barat Dalam VI Nomor 15, Jakarta Selatan. Malam itu, soft launching gallery baru saja dibuka oleh pemiliknya, Om Tjin Han. Itu sekaligus menjadi penanda bahwa gallery lukisan yang baru dibangun tersebut sudah mulai dibuka untuk pengunjung umum.
Malam itu, Sabtu 15 Juni 2024, acara soft launching sekaligus dirangkaikan dengan pameran lukisan. Beberapa di antara karya yang dipajang milik pelukis yang sudah lama mengabdikan dirinya dalam dunia seni rupa, seperti Om Sony . Namun demikian, pameran bertajuk ‘Unity in Diversity’ tersebut banyak didominasi pelukis muda.
BACA JUGA: Rully Shabara, Seniman Palu Teriakannya Mendunia
Saya mendapat undangan dari kawan pelukis asal Palu, Rio. Ia dikenal sebagai Lampurio dalam dunia kesenian. Dalam pameran tersebut, oleh Om Han, Rio diberi kesempatan untuk memamerkan sejumlah lukisannya dengan berbagai ukuran.
Usai bercakap-cakap bersama Rio dan beberapa kawan di beranda, saya memulai penelusuran memanjakan mata dengan puluhan lukisan yang terpajang di dinding pada bangunan tiga lantai tersebut. Dari beranda, hanya dua langkah saya belok kanan menuju pintu masuk gallery. Ada meja kecil dan satu kursi kosong. Buku tamu diletakkan terbuka. Istri saya ikut menulis data pengunjung. Beberapa lukisan ukuran sedang menghiasi dinding-dinding di pintu masuk.
BACA JUGA: Profil Rukmini Paata Toheke, Peraih Anugrah Kalpataru 2024 dari Ngata Toro
Hanya dua meter dari titik itu, ada tangga di sisi kanan, menempel dinding menuju lantai atas. Itu adalah satu-satunya akses menuju lantai dua dan tiga. Pegangan tangga hanya ada di sisi dinding. Sisi sebelahnya sengaja tak diberi pegangan. Untuk mempermudah proses angkat-angkat lukisan besar atau benda lain, kata Rio.
Pengunjung malam itu didominasi anak muda. Saya taksir mereka mungkin anak-anak semester awal Institut Kesenian Jakarta (IKJ). Di sebelah kiri dari sisi tangga, ada ruangan seukuran sepuluh kali tujuh meter yang jadi tempat pertunjukkan beberapa seniman.
Saya tidak sempat menghitung berapa jumlah lukisan yang dipajang. Tapi Rio menyebut ada sekitar 45 lukisan dari 19 perupa. Beberapa di antaranya lukisannya sendiri. Termasuk lukisan seukuran 2X3 meter yang terpajang di sebelah kanan pintu masuk ruang utama. Rio mengaku itu adalah lukisan pertamanya yang berukuran besar.
Hampir semua dinding di ruangan itu terpasang lukisan, ada beberapa belum sempat dibingkai. Di satu sudut ruangan tengah, ada empat kursi rotan jadul mengapit meja dari kayu yang kakinya terbuat dari roda besi.
Saya bersyukur, Rio memperkenalkan saya dengan Om Han. Dari aksenya ketika bicara, saya yakin ia dari Manado. Namun Om Han mengaku sebelum pindah ke Jakarta, ia besar di Makassar. Pengalaman pernah tinggal di pulau yang sama dengan dialek yang sama, membuat perjumpaan dengan Om Han terasa lebih akrab.
Meskipun ia sibuk untuk menyalami beberapa tamu yang datang, ia sempatkan bicara di sela-sela waktu. Ia mengaku bahwa mimpinya membangun sebuah gallery lukisan yang representatif untuk ukuran Jakarta sudah lama.
“Keinginan ini sudah lama. Saya mengalami proses yang panjang untuk sampai ke titik ini. Banyak yang saya korbankan,” katanya kepada media ini, Sabtu 16 Juni 2024.
Om Han, selain sebagai kolektor, juga lama menjadi Art Dealer. Ia mengoleksi dan menjual banyak lukisan dari para seniman di tanah air.