JURNAL LENTERA, SIGI – Setelah namanya masuk sebagai salah satu noimasi penerima penghargaan Kalpataru 2024, profilnya masih dalam kategori Pembina Lingkungan dalam penghargaan tersebut. Berdasarkan hasil penilaian dewan juri, Rukmini Paata Toheke berhasil memenangkan penghargaan Kalpataru.
Dalam kategori yang ia menangkan, ada sejumlah nominator yang masuk dalam penilaian, seperti Febri Sugana (Sumatera Barat), Dindin Komaruddin (DKI Jakarta), Denok Marty Astuti, S.E (Jawa Tengah), Misrani (Kalimantan Selatan).
Di kampungnya, Toro, Rukmini merupakan sosok perempuan inspiratif yang mampu menggerakkan masyarakat, untuk menjaga dan melestarikan lingkungan. Ngata Toro, dikenal sebagai satu di antara sejumlah wilayah di Sulawesi Tengah yang masih kuat hukum adatnya.
Sebenarnya bukan kali ini saja Nama Rukmini tampil di media massa. Ia punya banyak kehebatan yang membuat dirinya pantas disorot media, terutama kiprahnya dalam perjuangan perempuan di kampungnya, dan menjadi simbol kekuatan adat yang merepresentasikan Sulawesi tengah di kancah Nasional. Ia bahkan beberapa kali bicara di forum PBB.
BACA JUGA: Ahmad Ali: Taipan Wosu di Kancah Politik Daerah
Karena itu, Kalpataru adalah satu di antara sekian banyak kesuksesan Rumnini, dalam menjaga konsistensinya sebagai Tina nu Nagata, gelar yang disematkan kepada perempuan yang dinilai bijaksana untuk berperan sebagai pengayom dalam kehidupan sosial di kampung, sekaligus menjadi simbol perjuangan perempuan dalam pemerintahan desa.
BACA JUGA: Rully Shabara, Seniman Palu Teriakannya Mendunia
Berjuang Sejak 1994
Rukmini lahir di Desa Toro, 23 Maret 1971. Sejak 1994 ia aktif memperjuangkan peran penting Tina Ngata. Munculnya perjuangan Rukmini dalam komunitasnya didasari oleh ketidakadilan terhadap hak-hak perempuan adat dalam sistem yang berlaku di komunitasnya, terutama terakit pengambilan keputusan.
Ia kemudian membentuk Organisasi Perempuan Adat Ngata Toro (OPANT) bersama para perempuan adat di Ngata Toro. Perjuanannya panjang, dan baru diakui pada tahun 2001.

“Pada awalnya, sedikit ada pertentangan dari tokoh adat, setelah kami meyakinkan, mereka akhirnya menghormati, dan mengakui hak perempuan adat” kata Rukmini dalam artikel yang diterbitkan di laman Aliansi Masyarakat Adat Nusantara, aman.or.id.
Respon (1)