JURNAL LENTERA, PARIGI MOUTONG – Sekretaris Jenderal (Sekjen) Asosiasi Perkebunan Durian Indonesia (Apdurin), Aditya, mengungkapkan kekhawatirannya terkait penyakit batang pohon durian yang dikenal dengan nama Bangkalan.
Penyakit ini menjadi ancaman serius bagi produktivitas pohon durian di berbagai daerah, termasuk di Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah.
Ia mengaku pihaknya telah berkoordinasi dengan pemerintah daerah (Pemda) untuk menangani penyakit Bangkalan. Meskipun pertumbuhan pohon durian meningkat hingga 20 persen setiap tahun, tingkat kematian akibat penyakit ini mencapai 10 hingga 15 persen.
BACA JUGA: Parigi Moutong Menuju Panggung Internasional, Transformasi Kabupaten Durian Sulteng
Ia berharap dapat bekerja sama dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) guna menemukan solusi efektif untuk mengatasi masalah ini. Apalagi, penyakit Bangkalan telah merambat di Kabupaten Parigi Moutong dan menyebabkan banyak pohon durian mati hingga membuat para petani kehilangan harapan.
BACA JUGA: Dukungan Kadin Parigi Moutong ke Apdurin soal Kesejahteraan Petani Durian
“Beberapa solusi sederhana sebenarnya telah tersedia, namun Indonesia perlu meniru pendekatan negara-negara seperti Vietnam dan Thailand dalam menerapkan teknologi pengeboran untuk menangani penyakit ini. Dengan demikian, pengendalian penyakit Bangkalan bisa lebih optimal,” ujar Aditya, usai menghadiri pelantikan pengurus Apdurin Parigi Moutong yang dilaksanakan di auditorium Kantor Bupati setempat, Senin, 13 Januari 2025.
Sebagai bagian dari upaya mendukung petani, kata dia, Apdurin akan mendistribusikan 5.000 bibit durian setiap tahun, disertai pendampingan teknis.
Program ini bertujuan untuk membantu petani memahami metode perawatan pohon durian yang baik, sehingga mampu meningkatkan produktivitas. Pendampingan ini dirancang agar petani tidak hanya menerima bibit, tetapi juga memahami cara perawatan dan pengelolaan yang baik, sehingga hasil panen berkualitas.
Bibit durian akan difokuskan kepada petani kecil yang memiliki pohon durian dalam jumlah terbatas, dengan target jangka panjang untuk meningkatkan hasil produksi hingga dua kali lipat.
“Hal itu diharapkan dapat memenuhi permintaan pasar ekspor, khususnya ke China,” katanya.
Ia juga mengungkapkan, saat ini terdapat enam pabrik pengepakan (packing house) yang telah memenuhi standar ekspor ke China. Proses persiapan terus dilakukan, termasuk menunggu dokumen karantina dari Badan Karantina untuk mendaftarkan produk durian Indonesia ke General Administration of Customs of China (GACC). Bila pendaftaran selesai, kata dia, tim GACC akan melakukan pemeriksaan pada Februari 2025.
“Jika semua persyaratan terpenuhi, ekspor durian Indonesia ke China dapat segera dimulai,” ungkapnya.
Ia menjelaskan, standar yang harus dipenuhi meliputi sertifikasi packing house, kepemilikan Good Agricultural Practices (GAP) oleh petani, dan Instalasi Karantina Tumbuhan (IKT) dari Badan Karantina.
Selain itu, sertifikasi tambahan seperti Good Manufacturing Practices (GMP), Hazard Analysis and Critical Control Points (HACCP), dan Hygiene Sanitation Standard Procedure (HSSP) juga wajib dipenuhi.
“Dengan langkah-langkah strategis ini, diharapkan durian Indonesia mampu bersaing di pasar global, memenuhi permintaan ekspor, dan memberikan dampak positif bagi petani serta industri durian nasional. Jika semua rencana berjalan lancar, produksi durian berkualitas ekspor akan menjadi tonggak baru dalam meningkatkan perekonomian sektor pertanian,” ujarnya.
Laporan : Roy Lasakka