JURNAL LENTERA – PT Tiki Jalur Nugraha Ekakurir (JNE) terantuk isu SARA. Pemicunya, poster lowongan kerja kurir yang mensyaratkan pelamarnya wajib beragama Islam.
Gara-gara poster itu, JNE diserbu netizen di media sosial. Tak hanya itu, ajakan boikot JNE juga menggema. Netizen di sosial media Twitter mempersoalkan sebuah poster yang menunjukkan rekrutmen kurir wajib beragama Islam. Poster tersebut diketahui berasal dari cabang JNE di Tamiang Layang, Kabupaten Barito Timur, Kalimantan Tengah.
Setelah ramai, pihak JNE pun menyatakan bahwa pihaknya akan menjatuhkan sanksi berupa pemutusan hubungan kerja sama dengan mitra dan pemutusan hubungan kerja dengan pegawai yang terlibat.
JNE sendiri menilai kejadian ini merupakan bentuk pelanggaran standar operasional prosedur (SOP). Pasalnya, JNE menerapkan nilai keberagaman, perbedaan, dan toleransi.
“JNE hadir di Indonesia selama 31 tahun dan dibangun oleh manajemen dan karyawan atau karyawati yang berasal dari beragam suku bangsa, ras, dan agama,” jelas pihak perusahaan.
Tidak hanya itu, pada tahun lalu JNE juga kena semprot publik setelah dinilai berafiliasi dengan ormas gerakan radikal. Bahkan Presiden Direktur JNE kala itu, harus turun tangan untuk klarifikasi hal tersebut.
“Demi Allah bahwa JNE adalah organisasi yang netral. JNE tidak berafiliasi dengan organisasi kelompok atau perorangan manapun, JNE hanya ingin berbisnis sehingga, seperti kami katakan, JNE ingin membantu masyarakat,” kata Feri.
Sebelumnya, kasus yang sama juga pernah menimpa perusahaan air mineral Aqua. Aqua sebagai salah satu bagian dari entitas induk Danone asal Prancis sempat mendapat seruan boikot dari masyarakat khususnya muslim di Tanah Air. Hal ini disebabkan Presiden Prancis Emmanuel Macron kala itu yang dianggap menghina umat Islam karena pandangan politik yang dinilai islamofobia.
Namun demikian, Danone membantah bahwa pihaknya berkaitan dengan pandangan politik dan agama tertentu, khususnya pernyataan Macron.
“Kami menyambut baik pernyataan yang disampaikan oleh Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan dimana pemerintah telah mengambil langkah untuk tidak ikut serta memboikot produk-produk Prancis karena hal tersebut di luar dari konteks perdagangan,” ujar Arif dikutip dari Antara, Selasa (3/11).
Sebelumnya, PT Nippon Indosari Corpindo Tbk, pemegang merek dagang Sari Roti juga pernah tersangkut boikot kasus SARA karena dinilai terlibat dalam aksi 2 Desember 2016 (212) yang menimbulkan pro kontra di dunia maya. Keterlibatan tersebut membuat sejumlah kalangan naik darah dan akan berhenti menggunakan produk Sari Roti.
“Saya baru tahu tentang Sari Roti ini. Kalau begitu, saya secara pribadi ngajak kawan-kawan @pppemudamuh jamaah @muhammadiyah se Indonesia stop beli Sari Roti,” cuitan akun Twitter Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah Dahnil A Simanjuntak.
Akibat aksi ini, saham Sari Roti (ROTI) bahkan melemah 0,33 persen ke level Rp1.515 pr lembar. Namun demikian, pihak manajemen memberikan klarifikasi bahwa perusahaannya tidak terlibat dalam semua kegiatan baik keagamaan maupun politik.
Artikel ini pertama kali tayang di CNNIndonesia