Problematika Pelayanan Kesehatan Masyarakat “Suku Bela” di Pedalaman Parigi Moutong

Problematika Pelayanan Kesehatan Masyarakat “Suku Bela” di Pedalaman Parigi Moutong
Foto: Istimewa

Desa Tinombo terletak di Kecamatan Tinombo, Kabupaten Parigi Moutong, Provinsi Sulawesi Tengah. Kabupaten Parigi Moutong memiliki luas wilayah 5.089,91 km² dan jumlah penduduk sebesar 444.513 jiwa dengan sebaran penduduk 87 jiwa/km².

Tinombo adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah, Indonesia. Kecamatan ini berjarak sekitar 167 Km dari ibu kota Kabupaten Parigi Moutong ke arah utara. Pusat pemerintahannya berada di Desa Tinombo.

Luas wilayah desa Tinombo 285,59 km², kepadatan penduduknya sekitar 80 jiwa/ km² dan terdapat 15 desa/kelurahan.

Tinombo dihuni oleh masyarakat yang memiliki budaya dan tradisi yang kaya. Masyarakat setempat masih mempertahankan adat istiadat dan tradisi mereka, termasuk dalam bidang kesenian dan spiritual.

Tinombo memiliki masyarakat yang sukunya terdapat Suku Bela memiliki budaya dan tradisi yang unik, yang terkadang dapat mempengaruhi cara mereka dalam mengakses dan menerima pelayanan kesehatan, ditinombo tempat mereka tinggal, terletak di daerah pedalaman yang jauh dari pusat kota. Sehingga, akses ke fasilitas kesehatan yang memadai menjadi tantangan.

Masyarakat Suku Bela di Desa Tinombo merupakan salah satu komunitas yang masih menghadapi tantangan dalam mengakses pelayanan kesehatan yang berkualitas. Salah satu tantangan utama adalah bahasa, karena banyak anggota masyarakat Suku Bela yang belum paham dengan bahasa Indonesia.

Hal ini dapat menyebabkan kesulitan dalam komunikasi antara pasien dan tenaga medis, yang pada akhirnya dapat berdampak pada kualitas pelayanan kesehatan.

Bahasa merupakan salah satu aspek penting dalam pelayanan kesehatan. Komunikasi yang efektif antara pasien dan tenaga medis sangat diperlukan untuk memastikan diagnosis yang akurat dan pengobatan yang tepat.

Namun, bagi masyarakat Suku Bela di Desa Tinombo yang belum paham dengan bahasa Indonesia, komunikasi dengan tenaga medis menjadi sangat sulit.

Problematika bahasa dalam pelayanan kesehatan dapat berdampak pada kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan kepada masyarakat Suku Bela di Desa Tinombo.

Beberapa dampaknya antara lain:

  1. Kesalahan Diagnosis: Kesalahan diagnosis dapat terjadi karena tenaga medis tidak dapat memahami gejala dan riwayat kesehatan pasien dengan baik.
  • Pengobatan yang Tidak Tepat: Pengobatan yang tidak tepat dapat diberikan karena tenaga medis tidak dapat memahami kebutuhan pasien dengan baik.
  • Keterlambatan Pengobatan: Keterlambatan pengobatan dapat terjadi karena pasien tidak dapat memahami instruksi tenaga medis dengan baik.

Untuk mengatasi problematika bahasa dalam pelayanan kesehatan, beberapa solusi dapat dilakukan, antara lain:

  1. Penerjemah: Menggunakan penerjemah yang dapat memahami bahasa Suku Bela dan bahasa Indonesia untuk memfasilitasi komunikasi antara pasien dan tenaga medis.
  • Pelatihan Bahasa: Memberikan pelatihan bahasa Indonesia kepada masyarakat Suku Bela untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam berkomunikasi dengan tenaga medis.
  • Penggunaan Teknologi: Menggunakan teknologi seperti aplikasi penerjemah untuk membantu memfasilitasi komunikasi antara pasien dan tenaga medis.

Problematika bahasa dalam pelayanan kesehatan merupakan salah satu tantangan utama yang dihadapi oleh masyarakat Suku Bela di Desa Tinombo.

Dengan menggunakan solusi yang tepat seperti penerjemah, pelatihan bahasa, dan penggunaan teknologi kita dapat meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan serta memastikan keselamatan pasien.

Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan kemampuan bahasa Indonesia masyarakat Suku Bela dan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di Desa Tinombo.

“Pelayanan kesehatan yang sempurna tidak hanya tentang obat, tapi juga tentang komunikasi yang efektif”.

“Ketika bahasa daerah menjadi penghalang, kreativitas dan empati dapat menjadi solusi”. INDONESIA SEHAT MASYARAKAT KUAT

PENULIS:  ANWAR  adalah Mahasiswa S2 FKM Universitas Muhammadiyah Palu 2025.

Respon (1)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *