JURNAL LENTERA, PARIGI MOUTONG – Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah, bakal memiliki tiga Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) khusus emas berdasarkan usulan Kementerian ESDM bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Menurut Kepala Bidang Penataan dan Penaatan Lingkungan Hidup di Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Parigi Moutong, Muhamad Idrus, awalnya Gubernur Sulteng mengusulkan kepada Kementerian ESDM dan KLHK untuk penetapan sejumlah WPR.
Kemudian, hal itu mendapat respon dari pihak Kementerian ESDM dan KLHK dengan meninjau sejumlah wilayah di Sulteng. Salah satunya Kabupaten Parigi Moutong.
BACA JUGA: Sulteng Terima Kucuran Dana RBP REDD+ untuk Konservasi Hutan
“Pada bulan Oktober 2023, Kementerian ESDM dan KLHK sudah berkunjung di Kabupaten Parigi Moutong terkait penetapan WPR,” ujar Idrus, kepada sejumlah wartawan usai menghadiri kegiatan di Kantor Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang dan Pertanahan (PUPRP) Parigi Moutong, Selasa, 1 Oktober 2024.
Ia mengatakan, saat ini DLH Parigi Moutong telah memiliki dokumen penetapan lokasi dan luasan WPR dari Kementerian ESDM.
Ia menyebutkan, ketiga WPR tersebut masing-masing berada di Desa Kayuboko, Kecamatan Parigi Barat dengan luas lahan kurang lebih 98 hektar. Kemudian, di Desa Air Panas, Kecamatan Parigi Barat dengan luas lahan kurang lebih 102 hektar. Terakhir di Desa Buranga, Kecamatan Ampibabo dengan luas lahan kurang lebih 95 hektar.
BACA JUGA: Perguruan Tinggi di Palu Kampanyekan Program Pelestarian Lingkungan
Namun, Kementerian ESDM dan KLHK masih menunggu respon Pemerintah Daerah (Pemda) setempat untuk menerima atau tidak ketiga wilayah yang bisa dijadikan WPR. Hanya saja, jika usulan tersebut diterima, Pemda setempat harus merevisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) terlebih dahulu. Sebab, sejauh ini Pemda Parigi Moutong belum memiliki RTRW.
“Jika Pemda Parigi Moutong menyetujui tiga WPR itu, maka yang harus dilakukan merevisi RTRW yang didalamnya memuat tiga WPR tersebut. Sehingga, untuk mengurus perizinan pengelolaan di tiga WPR tersebut akan mudah dan langsung disahuti oleh Kementerian ESDM dan KLHK,” katanya.
Dijelaskannya, aturan main dalam pengelolaan WPR harus masyarakat setempat dengan cara menyampaikan permohonan kegiatan untuk dilegalisasikan. Baik dilakukan secara individu maupun kelompok atau dapat melalui BUMDes maupun koperasi milik desa.
Luasan yang bisa dikelola di lokasi WPR, kata dia, bervariasi. Bagi pengelola individu diberikan luas lahan 1 hektar. Namun, bagi kelompok diberikan luas lahan 10 hektar.
“Selanjutnya, kami akan menemui Pj Bupati Parigi Moutong untuk membicarakan persoalan ini untuk ditindaklanjuti,” pungkasnya.
Laporan : Roy Lasakka Mardani