JURNAL LENTERA, PALU – Polemik pertambangan tanpa izin (PETI) di Sulawesi Tengah (Sulteng) menjadi sorotan publik. Berbagai pihak menuntut ketegasan Aparat Penegak Hukum (APH) dalam menangani aktivitas tambang ilegal yang masih marak terjadi.
Lembaga Bantuan Hukum Sulawesi Tengah (LBH Sulteng) melalui berbagai media meminta Kapolri Jenderal Polisi Drs. Listyo Sigit Prabowo, untuk mengevaluasi kinerja Kapolda Sulteng dalam menangani persoalan PETI.
Menanggapi hal tersebut, Kapolda Sulteng melalui Kabidhumas Kombes Pol. Djoko Wienartono, menegaskan komitmen pemberantasan PETI sudah disampaikan secara jelas kepada seluruh jajaran Kepolisian di wilayahnya.
BACA JUGA: Rachmat Syah Tawainella Soroti Penanganan Tambang Ilegal di Parigi Moutong
“Saat berbicara di hadapan seluruh pejabat utama dan para Kapolres, Bapak Kapolda menegaskan bahwa aktivitas ilegal seperti PETI harus ditertibkan,” ujar Djoko di Palu, Senin, 3 Februari 2025.
Ia mengatakan, selama tahun 2024, Polda Sulteng telah menangani 11 kasus PETI sebagai bentuk komitmen dalam menindak aktivitas pertambangan ilegal.
BACA JUGA: Polda Sulteng: Hasil Penipuan Online Trading di Palu Mencapai Miliaran
“Penanganan PETI di Sulteng harus dilakukan secara menyeluruh, karena aktivitas ini melibatkan banyak pihak, termasuk masyarakat lokal dan pendatang yang bergantung pada pertambangan untuk mencari nafkah,” katanya.
Menurutnya, penertiban PETI tidak bisa hanya mengandalkan penegakan hukum oleh Kepolisian, tetapi juga memerlukan sinergi dengan berbagai instansi terkait agar solusi yang diambil lebih komprehensif dan berkelanjutan.
“Salah satu contoh adalah PETI di Desa Buranga, Kecamatan Kasimbar, Kabupaten Parigi Moutong, serta di perbatasan Kabupaten Tolitoli dan Kabupaten Buol. Penertiban yang hanya mengedepankan penegakan hukum sering kali tidak efektif, karena faktor ekonomi memaksa masyarakat kembali menambang,” katanya.
Djoko menekankan bahwa dalam melakukan penertiban, Kepolisian selalu mengedepankan pendekatan preemtif dan preventif agar tidak terjadi bentrokan yang berpotensi menimbulkan korban jiwa.
Sebab, harus memperhitungkan berbagai faktor sebelum bertindak. Jika proses penegakan hukum dilakukan secara gegabah, ada kemungkinan masyarakat melakukan perlawanan atau menghadang petugas.
“Dengan situasi yang kompleks ini, saya berharap agar semua pihak, termasuk pemerintah daerah dan masyarakat, dapat bersama-sama mencari solusi terbaik dalam menangani PETI tanpa mengorbankan kesejahteraan warga sekitar,” ungkapnya.
Laporan : Multazam