JURNAL LENTERA, PALU – Penyidik Penegakkan Hukum Terpadu (Gakkumdu) Polres Buol, jajaran Polda Sulawesi Tengah (Sulteng) menangani satu kasus dugaan pelanggaran pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak.
Dugaan kasus politik uang tersebut diduga dilakukan SR (55 tahun), seorang relawan salah satu pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Buol.
Wakasatgas Humas Operasi Mantap Praja (OMP) Tinombala, AKBP Sugeng Lestari, mengatakan hingga hari ke-37 masa kampanye pilkada serentak, penyidik Gakkumdu baru menangani satu kasus pelanggaran, yakni yang terjadi di Kabupaten Buol.
BACA JUGA: Polda Sulteng Pastikan Bekerja Profesioanl Tangani Aduan Kuasa Hukum Rusdy Mastura-Sulaimna Agusto
“Kasus tersebut teregistrasi dalam laporan polisi nomor : LP/B/435/X/2024/SPKT/Polres Buol/Polda Sulteng dengan terlapor inisial SR. Dugaan kasus ini sebelumnya telah dilakukan kajian di Sentra Gakkumdu Kabupaten Buol,” ujar Sugeng Lestari, yang juga sebagai Kasubbid Penmas Bidhumas Polda Sulteng melalui keterangan tertulisnya, Kamis, 31 Oktober 2024.
BACA JUGA: Polda Sulteng Tunda Penanganan Dugaan Tindak Pidana Seorang Bakal Calon Kandidat Pilkada
Dijelaskannya, dugaan kasus tersebut terjadi pada 21 Oktober 2024, di Desa Tongon, Kecamatan Momunu, Kabupaten Buol, di rumah terduga SR. Dalam dugaan kasus tersebut, SR diketahui berinisiatif memberikan memberikan bibit kakao berusia 3 bulan sebanyak 1000 bibit kepada warga, dengan maksud agar warga memilih pasangan calon yang didukungnya.
Ia mengatakan, SR yang masih berstatus terlapor diduga melanggar pasal 187A Jo. Pasal 73 ayat (4) Undang Undang RI Nomor 10 tahun 2020 yang menyebutkan setiap orang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga negara Indonesia baik secara langsung atau tidak langsung untuk mempengaruhi pemilih agar tidak menggunakan hak pulih, menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga suara menjadi tidak sah.
“Kemudian, memilih calon tertentu atau tidak memilih calon tertentu diancam penjara paling singkat 36 bulan dan paling lama 72 bulan dan denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar,” katanya.
Laporan : Multazam